Nasional

BKKBN DIY Kunjungi Kulon Progo, Ingatkan SSGI 2022

Bangga Kencana II Yogyakarta – Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Kulon Progo Rabu (1/2/2023) dan Kabupaten Gunungkidul Kamis (2/2/2023) Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN DIY, Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengingatkan, hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang menunjukkan sedikit kenaikan prevalensi stunting di sejumlah kabupaten/kota seyogyanya menjadi pemacu semangat melaksanakan upaya percepatan penurunan angka stunting yang sudah gencar dilaksanakan selama ini.bkkbn-diy-kunjungi-kulon-progo-ingatkan-ssgi-2022

“Jangan malah menyebabkan patah semangat dan menjadi kurang giat berupaya mengentaskan stunting di daerah masing-masing,” Bonivasius menegaskan hal tersebut dalam pertemuan dengan tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul secara terpisah.

Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis 25 Januari lalu oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan secara nasional prevalensi stunting mengalami penurunan sebesar 2,8%, dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6 persen pada akhir 2022. Walaupun secara nasional SSGI menunjukkan penurunan prevalensi stunting, namun terdapat 5 provinsi yang justru mengalami kenaikan yaitu Sulawesi Barat, Papua, NTB, Papua Barat, dan Kalimantan Timur. Pada provinsi yang mengalami penurunan prevalensi pun, masih terdapat sejumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan.

Mewakili Wakil Bupati selaku Ketua TPPS, Sekretaris Daerah (Sekda) Kulon Progo Triyono kepada Deputi Pengendalian Penduduk dan Direktur Analisa dampak Kependudukan Faharuddin menyampaikan bahwa sebagai kabupaten dengan angka stunting terendah di DIY menurut SSGI 2021 (14,9%), pihaknya selama 2022 sangat giat melakukan berbagai intervensi spesifik maupun intervensi sensitif makin menurunkan angka stunting.

“Maka kami sangat terkejut ketika SSGI 2022 diumumkan, karena kami tinggal menurunkan satu persen saja sudah bisa mencapai target nasional 2024. Tapi Kulon Progo justru dinyatakan naik angka stuntingnya dan menduduki peringkat tertinggi kedua di bawah Gunungkidul, walaupun kenaikannya tidak mencapai satu persen,” demikian disampaikan Triyono.

bkkbn-diy-kunjungi-kulon-progo-ingatkan-ssgi-2022

Senada dengan Sekda, Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo Sri Budi Utami memaparkan bahwa pihaknya memiliki data prevalensi stunting yang dianggap lebih akurat dibanding hasil SSGI.

“Kami mendata dengan pengukuran di setiap Posyandu dan hasilnya berupa data by name by address. Data yang kami miliki tersebut menunjukkan prevalensi kami di akhir tahun 2022 sudah sedikit di bawah 10%,” Ungkap Utami.

Hal sama juga disampaikan oleh Siti Sholikhah Kepala Bidang Keluarga Berencana, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMDPPKB).

Sementara itu pernyataan senada disampaikan oleh Ketua TPPS Gunungkidul, Wakil Bupati Heri Susanto. “Kami sampaikan kepada Bapak Deputi ini bukan dalam rangka defense, tapi kami ingin memohon arahan apa yang harus kami tingkatkan lagi dalam usaha yang kami rasakan sudah dilakukan dengan penuh kesungguhan selama ini,” Ungkap Heri di hadapan Deputi dan TPPS Gunungkidul.

Melanjutkan apa yang disampaikan Wakil Bupati, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3AKBPMD) Sujarwo melaporkan bahwa penanganan stunting di Gunungkidul sudah sesuai arahan dari pemerintah mulai dari Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Rencana Aksi Nasional/Daerah. TPPS telah terbentuk dari tingkat kabupaten sampai kalurahan, demikian juga Tim Pendamping Keluarga juga telah terbentuk di setiap kalurahan.

Sama seperti disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sujarwo juga menyampaikan bahwa angka stunting yang ditunjukkan oleh e-PPGBM, prevalensi Stunting Gunungkidul tahun 2022 sebesar 15,42% jauh lebih rendah dari hasil SSGI yang angkanya sebesar 23.5%. E-PPGBM merupakan plikasi Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat.
Hadir bersama Wakil Bupati Gunungkidul, Kepala BAPPEDA Sri Suhartanto, Kepala Dinas Kesehatan Dewi Irawaty dan Kepala Dinas Dukcapil Makus TriMunarja.

Menanggapi kegalauan para anggota TPPS Kulon Progo dan Gunungkidul, Deputi Bonivasius mengharapkan untuk tidak terlalu memikirkan perbedaan hasil pengukuran prevalensi stunting antara SSGI dengan e-PPGBM maupun metode pengukuran lainnya, sebab memang prosedur dan asumsinya berbeda.bkkbn-diy-kunjungi-kulon-progo-ingatkan-ssgi-2022

“Ojo dibandig-bandingke seperti lagu yang dipopulerkan penyanyi cilik Farrel, karena prinsip dasar dan prosedurnya memang berbeda,” saran Bonivasius. Deputi yang mengawali karir PNSnya sebagai petugas statistik di Kantor Statistik Gunungkidul ini menjelaskan bahwa SSGI menggunakan metode sampling dalam mengukur prevalensi stunting, sedangkan e-PPGBM berdasarkan hasil pengukuran sendiri oleh masyarakat atau kader.

Sebagai sebuah metode sampling, pengukuran oleh SSGI tentu memiliki ambang kesalahan (margin of error). “Jika kenaikan angka stunting kecil, sekitar satu persen, berarti masih dalam batas ambang kesalahan. Artinya bisa terjadi memang ada kenaikan sedikit, cenderung tetap, atau bahkan malah mengalami penurunan namun kecil,” terang Bonivasius.

Masih menurut Bonivasius, pengukuran sendiri oleh masyarakat atau kader yang kemudian diunggal melalui e-PPGMB bukan tanpa resiko kesalahan yang bisa terjadi karena kesalahan pembacaan akibat kurangnya pemahaman penggunaan alat ukur.

“Kesalahan juga bisa terjadi terkait akurasi alat yang dipergunakan. Alat ukur yang baik tentu harus secara berkala ditera oleh lembaga yang berwenang,” tambah Bonivasius.

Stunting pada intinya adalah kekurangan gizi. Namun demikian Bonivasius mengingatkan bahwa penanganan stunting tidak melulu upaya intervensi Spesifik berupa pemberian tambahan asupan untuk meningkatkan status gizi anak saja. Upaya Sensitif untuk mencegah munculnya stunting baru juga harus diperhatikan. Akan percuma kampanye penurunan stunting jika tidak diikuti perbaikan higiene rumah tempat tinggal dan sanitasi, kemudahan akses layanan kesehatan, dan penguatan status ekonomi masyarakat.

Tidak ketinggalan upaya pencegahan perkawinan dini dan 4T (terlalu Muda, terlalu tua, dan terlalu cepat punya anak. Kehamilan oleh wanita yang masih kurang umur sangat beresiko stunting bagi anak yang dilahirkan. Meski penyandang stunting bisa diturunkan dengan perbaikan gizi, tapi bila faktor sensitif tidak digarap dengan sungguh-sungguh dikhawatirkan dapat menunculkan penyandang stuntig baru.

Mengakhiri kunjungan kerjanya di Kulon Progo dan Gunungkidul yang disertai oleh Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Shodiqin, SH, MM.,  Deputi Pengendalian Penduduk menyampaikan apresiasinya kepada TPPS Kulon Progo dan Gunungkidul yang akan tetap gencar mengupayakan percepatan penurunan stunting di Provinsi DIY.@Red.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button