Sosialisasi RAN PASTI Daerah Berstatus Merah di Kalsel
Bangga Kencana || Banjarmasin – Sosialisasi RAN PASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan penurunan sunting Indonesia) digelar BKKBN di Banjarmasin Kalsel (Kalimantan Selatan) pada Senin (21/3/2022) untuk memastikan komitmen bersama dalam percepatan penurunan angka stunting.
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki peran besar dalam penurunan angka stunting di tanah air. Jika prevalensi stunting di Kalimantan Selatan, terutama di daerah berstatus merah turun drastis maka kontribusinya untuk penurunan angka stunting di tanah air cukup berarti.
Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di tahun 2022 ini. Berdasar Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, lima wilayah di Kalimantan Selatan termasuk dalam 76 kabupaten/kota berkategori “merah” diantara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas di tanah air yang memiliki prevalensi stunting tinggi. Status merah disematkan untuk wilayah yang memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen.
Bahkan Banjar, Tapin, Barito Kuala, dan Balangan memiliki prevalensi di atas angka 32 persen. Padahal batas ambang atas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO adalah 20 persen. Banjar yang mempunyai angka prevalensi 40,2 persen jika dianalogikan dengan skor prevalensi 40,2 persen, itu berarti ada 40 balita dikategorikan stunting diantara 100 balita yang ada di Banjar. Selain Banjar, Tapin, Barito Kuala dan Balangan yang mempunyai prevalensi di atas 30 persen, Tanah Laut juga termasuk daerah yang berstatus merah
Enam daerah yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tabalong, Kota Banjarmasin, Kotabaru dan Hulu Sungai Utara. Bahkan, Hulu Sungai Tengah dengan prevalensi 29,6 persen dan Hulu Sungai Selatan dengan 29,1 persen, nyaris berstatus merah.
Sementara dua daerah lain di Kalimantan Selatan yakni Kota Banjarbaru dan Tanah Bumbu berpredikat “hijau” dengan angka prevalensi stuntingnya di antara 10 hingga 20 persen. Malah Tanah Bumbu dengan prevalensi 18,7 persen menjadi daerah yang memiliki prevalensi angka stunting terendah di Kalimantan Selatan. Tidak ada satu pun daerah di Kalimantan Selatan yang berstatus “biru” yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen..
Agar sesuai dengan target nasional capaian angka stunting 14 persen di tahun 2024 sesuai dengan komitmen Presiden Joko Widodo, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia menunjukan “keseriusan” dalam penanganan stunting di Pusat maupun di Daerah
Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan “ditagih” komitmennya agar prevalensi stunting di tahun 2021 yang mencapai angka rata-rata 30 persen bisa menurun menjadi 25,71 persen diakhir 2022. Tidak itu saja, Kalimantan Selatan juga ditarget memiliki angka prevalensi stunting 21,51 persen di 2023 dan diharapkan di 2024 menyentuh angka 17,27 persen.
Dengan demikian, di 2024 tidak ada lagi wilayah yang berstatus merah di seantero Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan harus menjadi provinsi “percontohan” di Kalimantan dalam hal percepatan penurunan angka stunting.
BKKBN yang diberi amanah Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting sesuai Peraturan Presiden Nomor 72/2021, berharap dengan adanya Sosialisasi RAN PASTI tersebut bisa memberikan penjelasan secara komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di seluruh Kalimantan Selatan “harus” segera dituntaskan di Bulan Maret 2022 ini agar dana yang telah dialokasikan bisa terserap maksimal dan tepat sasaran.
Stunting Bisa Dicegah Asal ada Konvergensi
Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan sang anak.
Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan. Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan.
Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan otak dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung di masa dewasa si anak.
Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan kerugian akibat stunting bisa mencapai 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Bruto Domestik (PDB) setiap tahunnya. Saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau Program Bangga Kencana di Jakarta, 22 Maret 2022 lalu, Ma’ruf Amin menghitung jika PDB Indonesia di tahun 2020 sebesar Rp 15 ribu triliun maka potensi hilangnya kerugian akibat stunting mencapai Rp 450 triliun.
“Jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga. Tahun 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu,” ungkap Inspektur Utama (Irtama) BKKBN Ari Dwikora Tono, Ak, M.Ec. Dev.
Menurut Ari Dwikora Tono, BKKBN menyadari peran keluarga begitu sangat strategis sehingga patut disematkan sebutan keluarga sebagai tiang negera. Keluarga yang sehat, produktif dan memiliki kualitas dipastikan akan memiliki bayi-bayi yang sehat pula.
Para kepala daerah yang hadir di Sosialisasi RAN PASTI di Kalimantan Selatan memastikan arahan dari BKKBN untuk percepatan penurunan stunting segera dilaksanakan di daerahnya masing-masing. Sinergitas antara BKKBN dengan pemerintah daerah di Kalimantan Selatan menjadi lebih solid dengan acara sosialisasi ini.
Bupati Tabalong Drs. H. Anang Syakhfiani, M.Si., mengakui target capaian yang diberikan BKKBN dari angka prevalensi stunting 28,2 persen menurut angka SSGI di tahun 2021 menjadi 25,68 persen di akhir 2022 dan 21,49 persen di 2023 serta 17,27 persen di 2024 adalah sebuah tantangan dan butuh perjuangan semua pihak di Tabalong.
“Sejak awal saya mengembang amanah sebagai kepala daerah, saya selalu memberikan perhatian untuk masalah stunting. Harus diakui, pemahaman masyarakat Tabalong tentang stunting masih rendah, demikian juga pemahaman di level jajaran pemerintah. Menjadi kewajiban saya dan jajaran Pemkab Tabalong untuk terus mengingatkan, mengedukasi dan membenahi sektor hulu dan sektor hilir dari permasalahan stunting di masyarakat. Alhamdulillah, kerja keras dari semua pihak menjadikan Kabupaten Tabalong berkategori kuning dalam hal angka prevalensi stunting. Ke depannya, saya meminta semua pihak di Tabalong untuk terus menurunkan angka stunting. Insya Allah,” ungkap Bupati Tabalong Drs. H. Anang Syakhfiani, M.Si.
Sementara Kabupaten Tanah Laut seperti yang diakui bupatinya Drs. HM Sukamta, MAP sangat berkomitmen untuk percepatan penurunan angka stunting di daerahnya. “Perlu adanya koordinasi dan konsolidasi antar sektor mengingat penurunan stunting bukan hanya diawali dari 1.000 hari pertama kehidupan tetapi justru dimulai sejak sejak pra nikah. Kesehatan calon ibu perlu diperiksa kesehatannya. Peran dinas kesehatan, tokoh masyarakat, kader Posyandu, pemerintah desa serta satuan kerja perangkat daerah lainnya harus optimal,”terang Sukamta.
Menurut Bupati Tanah Laut Sukamta, dari sisi anggaran di APBD Tanah Laut jelas ada integrasi program baik di Dinas Kesehatan, P2KBP3A, Ketahanan Pangan dan Perikanan, Bappeda serta APB Desa untuk percepatan penurunan stunting. Persoalan stunting adalah persoalan yang harus diselesaikan dengan baik agar target yang diberikan BKKBN kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Laut agar angka prevalensi stunting di 2021 yang mencapai 31 persen bisa turun menjadi 28,22 persen di 2022. Tanah Laut juga diharapkan bisa keluar dari zona prevalensi merah di 2023 dengan target angka prevalensi 23,61 dan terus melandai di 2024 menjadi 18,97 persen.
Percepatan Penurunan Stunting Menjadi Indikator Kemajuan Daerah
Dalam Sosialisasi RAN PASTI di Kalimantan Selatan ini juga dibahas mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah juga termasuk yang disosialisasikan. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan menghelat kemajuan pembangunan daerah.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI ini menghadirkan para pembicara dari BKKBN serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Kesehatan. @red