Nasional

Gelar Pelatihan Teknis Konseling Calon Pengantin dan BKB HI Bagi Penyuluh KB, Perwakilan BKKBN Lakukan E-Learning Tahun 2021

Bangga Kencana || Surabaya – Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur, Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) menggelar Pelatihan Teknis Konseling Calon Pengantin dan Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI) bagi Penyuluh Keluarga Berencana Melalui E-Learning Tahun 2021. Kamis (22/7/2021).

 

 

Hadir dalam acara, Kepala Perwakilan (Kaper) BKKBN Provinsi Jawa Timur, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd., Pejabat Koordinator, Sub Koordinator dilingkungan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Pejabat Fungsional Widyaiswara Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Tim Pengajar dari Manuswara Pinasthika Yogyakarta, dan peserta Pelatihan.

Ketua penyelenggara, Koordinator bidang Latbang, Sukamto, S.E., M.Si., menerangkan bahwa pelatihan Teknis Konseling Calon Pengantin bagi PKB dikuti sebanyak ± 76 orang peserta dari 38 Kabupaten/ Kota, yang menangani Kampung KB Percontohan dan Percontohan Pendamping, dan peserta Pelatihan Teknis Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI) sebanyak ± 80 orang PKB dari 14 kab/ kota prevalensi stunting berdasarkan SSGBI 2019.

“Kegiatan Pelatihan Teknis Konseling Calon Pengantin bagi PKB dilaksanakan pada tanggal 21 s/d 30 Juli 2021, dengan metode Virtual Metting, dan Pelatihan Teknis BKB HI Bagi PKB dilaksanakan pada 21 Juli s/d 4 Agustus 2021, dengan metode virtual meeting,” ungkap Sukamto.

Sukamto juga menerangkan adapun nara sumber dalam pelatihan berasal dari Internal Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, dan Tim Pengajar Psikologi dari Manuswara Pinastikha Yogyakarta.

Dalam kesempatan itu, Sukamto juga menerangkan cakupan Materi Pelatihan Calon Pengantin bagi PKB sebagai berikut :
1. Kebijakan Percepatan Penurunan Stunting.
2. Konsep Keluarga.
3. Dasar-dasar Konseling Keluarga.
4. Komunikasi Efektif dalam Pernikahan.
5. Pengelolaan Konflik dalam Keluarga.
6. Penyiapan Masa Depan Keluarga.
7. Kesehatan Reproduksi
8. Kesehatan dan Gizi Ibu Hamil.
9. 1000 HPK dan Pemenuhan Gizi Baduta.
10. Rencana Tindak Lanjut (RTL).

Sedangkan cakupan Materi Pelatihan BKB HI bagi PKB sebagai berikut :
1. Kebijakan Program BKB HI dan Pencegahan Stunting.
2. 8 fungsi keluarga
3. Perencanaan Kehidupan Berkeluarga.
4. Pengasuhan Anak Usia Dini.
5. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini.
6. Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini.
7. Kesehatan Ibu Hamil.
8. Gizi Anak Usia Dini.
9. Kesehatan Reproduksi Anak Usia Dini.
10. Perlindungan Hak Anak.
11. Pengasuhan Anak Usia Dini di Era Digitalisasi.
12. Pengamalan BKB Emas
13. 1000 HPK.
14. Rencana Tindak Lanjut (RTL).

Kaper BKKBN Provinsi Jawa Timur, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd., dalam arahannya menerangkan  bahwa saat ini Pemerintah Indonesia sedang berjuang untuk mengurangi angka stunting. Stunting merupakan ancaman serius bagi generasi penerus.

“Keadaan yang biasa disebut dengan gagal tumbuh ini akan sangat memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang mana juga akan mengurangi kemampuan daya saing bangsa kita. Hal ini dikarenakan keadaan stunting ini, tidak hanya mengganggu pertumbuhan secara fisik yang biasa ditandai dengan tubuh yang pendek dan kerdil) namun juga dapat mempengaruhi pertumbuhan otak anak. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan dan prestasi sekolah, produktivitas serta kreativitas di usia-usia produktif,” ujar pak Teguh panggilan akrab Kaper BKKBN Provinsi Jawa Timur.

Pak Teguh juga menjelaskan, di Indonesia, angka prevalensi stunting ini cenderung tinggi, yakni 27,6 persen di tahun 2019 dan diperkirakan akan naik karena kondisi pandemi saat ini karena faktor ekonomi, kemiskinan, dan lain sebagainya.

“Kita tahu bersama bahwa saat ini anak-anak yang tergolong stunting jika tumbuh sebagai remaja akan menjadi remaja yang pendek disebabkan kekurangan gizi kronis jangka panjang. Stunting memiliki ciri diantaranya kemampuan mental 10-15 dibawah rata-rata. Jika remaja yang stunting berkeluarga maka beresiko memiliki bayi yang berat badannya rendah. Selain itu juga berisiko kematian saat melahirkan. Selain itu jika sudah lansia akan menjadi lansia yang kurang gizi dan akan sangat berpengaruh pada kondisi fisiknya yang lemah dan rentan terhadap penyakit,” katanya.

Jika dilihat perkembangannya 1 dari 3 balita di Indonesia, meskipun sudah terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 balita stunting di Indonesia sebanyak 37,2% (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2018 balita stunting di Indonesia sebanyak 30,8% (Riskesdas, 2018). Pada tahun 2019 balita stunting di Indonesia sebanyak 27,67% (SSGBI, 2019). Meskipun angka balita stunting sudah menurun tetapi masih diambang batas maksimal WHO yaitu 20%.

“Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi yang golongkan menjadi faktor sensitif dan faktor spesifik. Faktor sensitif termasuk kemiskinan, pendidikan, sanitasi, akses air bersih, yang memiliki persentase 70% dari upaya pencegahan stunting. Sedangkan faktor spesifik merupakan pendekatan nutrisi kepada bayi itu sendiri yang memiliki persentase 30% dari upaya pencegahan stunting,” terang Pak Teguh.

KB merupakan faktor antara yang berbicara tentang aspek perkawinan, apakah pernikahan dipersiapkan dengan matang atau tidak, menurut Pak Teguh aspek perkawinan itu meliputi :

1. usia kawin.
2. 4 T (Terlalu muda usia istri saat hamil, Terlalu tua usia istri saat hamil, Terlalu banyak anak, Terlalu dekat jarak lahir anak).
3. KB lebih menekankan kepada kepatuhan PUS (Pasangan Usia Subur). menggunakan KB atau tidak
4. Pengasuhan orang tua mempunyai peran besar dalam upaya pencegahan stunting. Keluarga yang aktif dalam kegiatan BKB kecenderungan untuk memiliki anak stunting semakin kecil.

“Ada 3 momen strategis dalam pencegahan stunting yaitu Pra Nikah, Hamil, dan Pasca Persalinan. Saat pra nikah calon pengantin melakukan skrining dan pembekalan kespro, serta mengkonsumsi multi mikronutrien dilakukan 3 bulan sebelum menikah. Pada masa hamil calon orang tua melakukan ANC (monitor pertumbuhan janin) di Bidan atau dokter, mengkonsumsi nutrisi dan vitamin untuk ibu hamil, serta melakukan perencanaan KB, PP dan kespro. Sedangkan untuk masa pasca persalinan memiliki momentum-momentum yang sangat strategis yaitu penggunaan metode kontrasepsi pasca persalinan, pemberian ASI secara eksklusif, Bina Keluarga Baduta, Bina Keluarga Balita, Pemberian MPASI bagi balita, dan bantuan untuk keluarga yang beresiko stunting,” ungkap Beliau.

Peran BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting dengan pendekatan hulu untuk mencegah kelahiran bayi stunting. BKKBN menggunakan konsep pendampingan keluarga yang di lakukan secara kolaboratif antara bidan yang ada di desa, institusi masyarakat pedesaan (IMP), dan PKK (kader). Bidan menjadi pusat rujukan medis termasuk gizi yang ada di desa, dan PKK menjadi sebuah tenaga yang turun langsung.

“IMP termasuk sub PPKBD, PPKBD, kader, yang memiliki data mikro. Sasaran dari pendampingan keluarga ini adalah keluarga yang beresiko tinggi melahirkan bayi stunting dan remaja calon pengantin.
Area tempur BKKBN ada di lapangan yang akan memanfaatkan kader yang ada desa dan mitra. Ini merupakan tanggung jawab PKB untuk memantau 3 unsur pencegahan stunting berjalan dengan baik,” terangnya.

Pak Teguh dalam kesempatan itu juga menjelaskan Keluarga yang Berisiko Tinggi Stunting yaitu :
1. Keluarga miskin.
2. Jumlah anak diatas 2 dan tidak berkontrasepsi
3. Usia anak diatas 2 tahun dan tidak berkontrasepsi
4. Riwayat punya anak stunting.
5. Istri mempunyai penyakit tertentu yang mempengaruhi kehamilan.
6. Istri usia <20 tahun atau > 35 tahun.
7. Anak baduta dengan penyakit tertentu.
8. Lingkungan kumuh.
9. Penghuni RTLH/ tidak mempunyai jamban keluarga.
10. Tidak ada akses air bersih.

Ada 11 Tugas Pendamping Keluarga yang diterangkan Pak Teguh saat itu, yaitu :
1. Pendataan Keluarga Risti Stunting.
2. Pendampingan Seluruh Keluarga Risti Stunting.
3. Penapisan Keluarga Terhadap Penggunaan dan Kepemilikan Sarana Jamban dan Air Bersih.
4. Penapisan Keluarga Terhadap Penggunaan dan Kepemilikan Sarana Rumah Sehat.
5. Pendampingan dan Penapisan Keluarga Terhadap Ketersediaan Pangan, Pola Makan dan Asupan Gizi.
6. Pendampingan dan Penapisan Kesehatan Reproduksi Semua Remaja/Pemuda 3 Bulan Pra Nikah.
7. Penapisan, Pendampingan Semua PUS/ Keluarga Dengan Ibu Hamil.
8. Penapisan, Pendampingan Semua PUS/ Keluarga Dengan Ibu Hamil.
9. Pendampingan,Penapisan Keluarga Dengan Pus Pasca Persalinan Untuk Pemberian Asi Eklusif Dan KB PP.
10. Penapisan, Pendampingan Keluarga Dengan 1000 HPK : Pemantauan Tumbuh Kembang dan Penggunaan Kontrasepsi.
11. Komponen Pendukung Audit Kejadian Stunting di Tingkat Kecamatan. Pembangunan Sistem It/Iot/ Aplikasi Baru Pendukung Rencana Aksi.

“Jadikan kampung KB sebagai inkubator pencegahan stunting melalui kepatuhan keluarga dalam pengasuhan 1000 HPK dan pendampingan terhadap calon pengantin di desa yang memiliki kampung KB. Jika percepatan penurunan stunting di kampung KB bisa berjalan dengan baik maka akan di lakukan replikasi ke desa-desa lain. Percepatan penurunan stunting tidak bisa dilepaskan dari kampung KB,” pungkas Pak Teguh. @red

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button